"Berani mengenal sastra berarti berani berperang dengan kata mewakili raga. Berani merampas rasa lewat bahasa.."

Kamis, 14 Maret 2013

15-3-13

senja telah menyambut cinta,
waktu telah memisahkan kita
berpeluk resah padanya
namun kau tetaplah lentera
 
hingga padam menyelimuti kita,
menunggu pagi dirahim malam kita
namun tangis adalah amarah kita
 
jauh....
pergi...
musnahlah sudah ...
sehingga tawa tak
mampu menutup cerita
 
 
by:riska ruhama

Rabu, 13 Maret 2013

Salam manisku kepada rasa tak berupa itu..

Andaipun dongeng ini  nyata,
bisikmu masihlah rayuan rana
Andai sajak ini pun hanya cerita,
tiap baitnya masih merengkuh lara

Larut...
telah lama puisi ini melarut
oleh sebuah wajah
yang mengapung dalam tiap malamku

bagai tenung yang tiada kan berakhir
bahkan dalam kalam perpisahan..

Hey.. Datang dan pergilah kapan saja
pada hati hitam tanpa lentera..
tebarkan kasih bersimbah kecewa..

Akhirnya, teruntuk jiwa abu-abumu,
salam manisku kepada rasa tak berupa itu..


Minggu, 10 Maret 2013

Semacam Cerita



semacam cerita
sebuah senja
sekeping rasa, buyar dijilat angan-angan

semacam cerita
sebuah senja
sebesit angan-angan, luka oleh kebohongan

semacam cerita
sebuah senja
segores kebohongan, redam dalam harapan

semacam cerita
sebuah senja
secabik harapan,
luka,
redam,
luka,
redam kembali,

selama cerita itu masih kau simpan,
selama itu jua kau biarkan aku diseret-seret rana,
dicerai berai tawa
dicaci rasa-rasa yang entah apa warnanya..



Kantor sepi, 11 Maret 2013



Sajak Ajaib

Telah kau tuliskan bait-bait ajaib
pada sejumlah lembaran malam
ketika sunyi meradang

Sudah kau puisikan semacam mantra
berhembus membelit raga
pada beberapa masa disana
Lalu aku harus apa?

Disini beribu tanya menikam menghujam,
kala rindu tanpa henti menerjang menjelma,
bagai tenung tiada berkesudahan
Namun aku bisa apa?

Hatimu masihlah hatimu,
dan aku tak cukup indah untuk merengkuhnya
hanya kelancangan,
yang tak juga mungkin untuk mendekapnya

Aku tahu sebesit rasa itu ada disana
namun aku bisa apa?

 Medan, 20 Januari 2013
"kepada rasa yang tiada henti mengundang rana"

"Selamat Jalan, Saudaraku.."

Terimakasih untuk ketajaman anak matamu,
dan untuk kecuraman egomu.
Terimakasih kepada kelincahan ucapanmu
yang memperdaya sesamamu,
tapi bukan aku..

Rasakanmu melucuti paksa segala prinsip kami..
Kami tertunduk bukan malu,
kami hanya sedang menunggu..
Masihkah engkau memandang dengan cara kami memandang,
adakah kau masih melihat garis batas yang kami lihat?
atau kau sudah buta akibat buntalan pemikiranmu sendiri?

Maka, Ketika yang kau hadirkan hanya luka,
kami kirimkan ketidakpedulian..
Ketika yang kau suguhkan hanya dusta,
kami hadiahkan kebebasan..

Hingga kau merasa puas,
tertawa dengan buih-buih kemunafikan..
Mematikan hidup kami dalam satu hentakan..
Lalu dengan mawar hitam ditanganmu, engkau akan berkata:
"Selamat jalan saudaraku.... Satu hati, satulah darah kita.."